gambar: ilustrasi
Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di
sauatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :
1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan,
yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu
bagi yang melanggar larangan tersebut
2.
Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah
melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana
sebagaimana yang telah diancamkan
3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan
apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Rumusan di atas memerlukan berbagai penjelasan ,yang mana sebagai
berikut ini :
a.
Hukum pidana adalah bagian dari
keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara. Bagian-bagian lain adalah Hukum
Perdata, Hukum Tata Negara, Hukum Agraria, Hukum Perburuhan, Hukum Intergentil,
dan sebagainy. Biasanya bagian hukum tersebut dibagi dalam dua jenis yaitu
hukum publik dan hukum privat, dan hukum pidan ini digolongkan dalam hukum
publik., yaitu mengatur hubungan antara negara dan perseorangan atau mengatur
kepentingan umum. Sebaliknya hukum privat mengatur hubungan antara perseorangan
atau mengatur kepentingan perseorangan.
b.
Perbuatan yang oleh hukum pidana
dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan
tersebut), untuk singkatnya kita namakan perbuatan pidana atau delik, yang
dalam sistem KUHP sekarang :
- Terbagi
ke dalam dua jenis yang menurut anggapan pembuat undang-undangnya di
Nederland dahulu kurang lebih pada tahun 1880an masing-masing berlainan
sifatnya secara kualitatif, yaitu: kejahatan (misdrijven); misalnya
pencurian (pasal 362 KUHP) Penggelapan (pasal 378), penganiayaan (pasal
351) dan pembunuhan (pasal 338) dan pelanggaran (overtredingen) misalnya;
kenakalan (pasal 489), pengemisan (Pasal 504) dan penggelandangan (pasal
505).
- Mengingat
akan hal ini, maka dalam Seminar Hukum Nasional I tahun 1963, disarankan
agar KUHP Nasional kita dicantumkan tujuan hukum pidana Indonesia sebagai
demikian: "Untuk mencegah penghambatan atau penghalang-halangan
datangnya masyarakat yang dicita-citakan oleh Bangsa Indonesia yitu dengan
jalan penentuan perbuatan-perbuatan manakah yang pantang dan tidak boleh
dilakukan, serta pidana apakah yang diancamkan kepada yang melanggar
larangan-larangan itu . . . . . . "
Perbuatan-perbuatan
pidana ini menurut wujud atau sifatnya adalah bertentangan dengan tata atau
ketertiban yang dikehendaki oleh hukum, mereka adalah perbuatan yang melawan
(melanggar) hukum. Tegasnya: mereka merugikan masyarakat, dalam arti
bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya tata dalam pergaulan
masyarakat yang baik dan adil.
c.
Tentang penentuan perbuatan mana
yang dipandang sebagai perbuatan pidana, kita menganut asas yang dinamakan asas
legalitas (principle of legality), yakni asas yang menentukan bahwa
tiap-tiap perbuatan pidana harus ditentukan sebagai demikian oleh suatu aturan
undang-undang (Pasal 1 KUHP) atau setidak-tidaknya oleh suatu aturan hukum yang
telah ada dan berlaku bagi terdakwa (pasal 14 Ayat 2 UUDS dahulu) sebelum orang
dapat dituntut untuk dipidana karena perbuatanya.
d.
Barangsiapa melakukan perbuatan
pidana diancang dengan pidana. Akan tetapi ini belum berarti bahwa tiap-tiap
orang yang melakukan perbuatan tersebut lalu mesti dipidana. Sebab untuk
memidana seseorang di samping melakukan perbuatan yang dilarang, dikenal asas
yang berbunyi : "Tidak dipidana jika tidak ada kesalahan." Dalam
bahasa Belanda "Geen straf zonder schuld." Jerman
"Keine straf ohne Schuld". Dalam buku hukum pidana
Inggris asas ini dikenal dalam bahasa latin yang berbunyi : Actus non
facit, nisi mens sit rea. (An act does not make a person guilty, unless the
mind is gulty). Asas tersebut tidak kita dapati dalam KUHP sebagaimana
halnya dengan asas legalitas. Juga tidak ada dalam lain-lain
perundang-undangan.
e.
Kalau yang disebut dalam ke-1 dari
rumusan hukum pidana di atas adalah mengenai perbuatan pidana (criminal
act), maka yang disebut dalam ke-2 adalah mengenai pertanggungjawaban
hukum pidana (criminal liability atau criminal responsibility). Semua
peraturan yang mengenai kedua bidang diatas merupakan apa yang dinamakan hukum
pidana material atau meteriil (substantive criminal law) oleh
karena mengenai isinya hukum pidana sediri. Sebaliknya, yang disebut dalam ke-3
adalah mengenai: bagaimana cara atau prosedurnya untuk menuntut ke muka
pengadilan orang-orang yang disangka melakukan perbuatan pidana. Oleh karena
itu bagian hukum pidana ini dinamakan hukum pidana formal atau
formil (criminal procedure, hukum acara pidana).
Lazimnya jika disebut hukum pidana saja, maka yang dimaksud adalah hukum pidana
material.
f.
Rumusan makna hukum pidana yang
disebut di atas, adalah berbeda dengan rumusan-rumusan yang biasa dipakai.
Sebagai contoh misalnya: "Strafrecht AllgeimeneinerTeil Ae aufl. 1952 hal.
4. Di situ dikatakan bahwa hukum pidana adalah semua aturan-aturan hukum (die
jenige Rechtsnormen) yang menentukan (menghubungkan) suatu pidana
sebagai akibat hukum (Recthfolge) kepada suatu perbuatan yang telah
dilakukan."
Menurut
Prof. Moeljatno, S.H., definisi ini, meskipun secara teoritis adalah benar,
tetapi oleh karena tidak memberi gambaran tentang isinya hukum pidana itu tadi,
bahkan hanya menyebutkan akibat hukumnya saja, maka tidak memuaskan.
Sumber : Asas-asas Hukum Pidana, Prof. Moelatno, S.H
EmoticonEmoticon